Rabu, 14 Maret 2018 bertempat di Le Seminyak, Cipete, Jakarta Selatan, Dee Lestari angkat bicara soal novel terbarunya yang berjudul Aroma Karsa. Karya ke-12 ini dianggap sebagai karya fenomenal yang paling “bau” yang pernah Dee tulis. Pertanyaan yang paling sering ditanyakan di awal, mengapa harus mengangkat tema tentang aroma?

Di awal perbincangan hangat itu, Dee menyatakan beberapa alasannya memilih topik aroma. Semua diawali dari ketertarikannya dengan aroma sejak kecil. Ketika diajak ke pasar misalnya, Dee suka mencium bau-bau kue atau aneka bebauan lainnya bahkan bau sayuran, bawang yang baru dipotong, semua itu seperti sangat menarik bagi Dee. Akan tetapi, pada waktu itu Dee belum mendalami betul topik mengenai aroma.

Selanjutnya, Dee merasa semakin tertarik ketika ia mulai menulis buku Madre yang terbit tahun 2009. Buku tersebut 13 cerita istimewa yang salah satu di antaranya berjudul serupa dengan halaman sampulnya, Madre. Cerita Madre terbilang unik karena sebagian besar masyarakat mungkin masih awam dengan istilah Madre ini. Madre adalah biang roti yang biasa digunakan artisan roti yang telah turun menurun digunakan selama bertahun-tahun dan sampailah ia di generasi terakhir pemilik toko roti Tan de Bekker, Tansen. Inilah pernyataan Dee mengenai hubungan Madre dengan tema aroma yang diangkat dalam novel terbarunya.

“Pertama kali saya mulai menyadari kekuatan aroma di dalam fiksi itu ketika saya menulis Madre. Mungkin karena Madre itu ceritanya tentang roti, tentang makanan, dan makanan itu tak bisa lepas dari aroma. Di situ saya mulai merasa deskripsi dengan penciuman itu punya efek yang sangat kuat sehingga ketika saya menulis saya bisa merasakannya. Saya membayangkan pembaca juga bisa merasakan hal yang sama.”

Selanjutnya, Dee memutuskan untuk suatu saat kelak setelah menyelesaikan cerita terakhir dari seri Supernova, yakni Intelegensi Embun Pagi, ia akan menulis buku dengan tema aroma itu. Dee mulai membaca literatur yang berhubungan dengan aroma, penciuman, bau, dan banyak hal tentang itu. Dari bacaan-bacaan tersebut, Dee menemukan fakta bahwa indera penciuman manusia itu lebih kuat daripada indera pengelihatan (visual).

“Ketika mencium “bau”-nya mantan, misalnya. Itu yang langsung hadir di benak kita bukan hanya wajahnya, melainkan juga mampu menghadirkan momen ketika bersamanya. Seperti tempat ketika bertemu dengannya, suasananya, bahkan perasaannya seperti apa ketika bertemu dengannya. Sensasi ini dapat dirasakan secara menyeluruh karena indera penciuman adalah indera yang paling sensitif, sekaligus paling primitif dalam tubuh manusia.”

Selain itu, Dee juga mendapati bahwa fiksi-fiksi yang beredar selama ini sangat jarang mengangkat tema mengenai indera penciuman atau segala hal yang berkaitan dengan aroma. Hal ini, kemungkinan besar karena indera ini memang paling mudah dirasakan, tetapi paling sulit dideskripsikan.

“Mungkin akan lebih mudah ketika mendeskripsikan sesuatu yang visual. Kita dapat melihatnya, kemudian mendeskripsikannya ke dalam kata-kata. Akan tetapi, bagaimana dengan bau? Kita tidak dapat menyentuhnya, tetapi bisa merasakannya. Bagi saya ini sangat menarik dan saya merasa tertantang. Bagaimana jika kemudian saya membuat sebuah karya fiksi yang tema sentralnya berhubungan dengan penciuman? Pasti ini akan menjadi challenge yang menarik.”

Jika buku ini pada akhirnya berhasil dibuat, Dee juga membayangkan bagaimana kelak efeknya kepada pembacanya. Lagipula, setelah selesai menulis Intelegensi Embun Pagi, entah kenapa topik aroma ini seakan terus memanggil-manggil Dee untuk segera menggarapnya. Maka, dimulailah pembuatan draft cerita yang detail, petualangan seru, serta riset yang begitu mendalam untuk mewujudkan buku yang Dee idamkan. Dalam waktu 9 bulan, selesailah buku yang Dee maksudkan, buku Aroma Karsa yang kini sedang kamu pegang.

Baca juga:

 

Ternyata, menarik sekali alasan dibalik pemilihan topiknya, ya. Belum lagi kisah petualangan dari Bantang Gebang hingga negeri seberang (Perancis), dari tempat pembuangan sampah hingga tempat peracikan parfum. Wah! Melihat pendapat anggota Digital Tribe yang telah lebih dahulu membaca edisi digitalnya, sepertinya riset yang begitu mendalam ini tidak sia-sia.

Aroma Karsa akan mengajak kita bertualang ke tempat-tempat yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.”

[Hanung W L/Copywriter Mizanstore]

Bagikan ke Sekitarmu!
Dee Lestari Angkat Bicara: “Kenapa Harus Aroma?”