Bung Karno foto

Akhir-akhir ini, kehidupan berbangsa kita dicoreng dengan saling lempar informasi yang menyinggung suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). Aksi turun ke jalan satu kelompok dibalas dengan aksi serupa oleh kelompok lain yang berseberangan. Tanpa disadari, energi kita terkuras untuk menghujat saudara-saudara sendiri.

Lalu, muncul pertanyaan, “Apakah keislaman dan keindonesiaan itu seperti air dan minyak?”

Kalau pertanyaan itu diajukan kepada Bung Karno, hampir dipastikan dia akan menjawab secara tegas dengan suara keras, “Tidak!”

Bung Karno tidak hanya membantah dengan kata-kata. Dia menjadi teladan nyata bagaimana keislaman dan keindonesiaan bukan saling meniadakan, melainkan saling menopang. Dalam menyambungkan dua kutub itu, dia berpijak pada sumber otentik, Alquran dan hadist sekaligus mengusung ijtihad kebangsaan.

Bung Karno beradu pendapat secara sehat dengan tokoh-tokoh agama. Dia tidak segan mengutip ayat Alquran dalam Sidang Umum PBB. Dia menjadikan Nabi Muhammad sebagai inspirasi Revolusi Indonesia. Siapa kira dalam Trisakti yang diusungnya terkandung nilai-nilai keislaman?

Tidakkah kita merindukan sosok seperti Bung Karno dalam situasi bangsa sekarang ini?

Bagaimana sikap Bung Karno terhadap Alquran dan hadist? Mochmad Nur Arifin  berupaya untuk menggali pemikiran dan tindakan sang Proklamator yang berkaitan dengan dua sumber hukum Islam itu. Hasilnya dituangkan dalam buku Bung Karno “Menerjemahkan” Alquran. Jika mempertimbangkan keadaan bangsa Indonesia sekarang, kehadiran buku ini dirasa tepat.    Kerinduan terhadap Bung Karno akan sedikit terobati dengan membaca buku ini.

Buku ini sudah bisa didapatkan melalui mizanstore.com.

Bagikan ke Sekitarmu!
Islam dan Indonesia Berbaur dalam Diri Bung Karno