Seolah-olah, dengan membaca buku-buku Gaarder, kita menjadi mengerti bahwa fisafat bukanlah hal sulit yang harus dipahami melalui bangku-bangku perkuliahan. Filsafat itu ada, nyata, di dalam keseharian kita. Mari bersama selami filsafat dari sudut pandang Gaarder melalui salah satu resensi atas bukunya yang berjudul Dunia Anna.

SAYA mengenal Jostein Gaarder sekitar tahun 1996, saat saya duduk di bangku kuliah semester tiga. Namanya disebut-sebut dalam sebuah diskusi buku di pojokan taman kampus oleh seorang teman yang terkenal sangat menggilai buku-buku filsafat. “Gaarder bisa dengan mudah “menyuruh” Descartes, Newton, Socrates, Kant dan Camus untuk “tinggal”di  benak lo semua untuk selamanya,”  katanya coba meyakinkan kami saat itu.Saya memang menyukai hobi membaca sejak bocah, tapi  sebagian besar sebatas buku-buku yang terkait dengan sejarah. Ketika  suatu hari – saat  saya masih  sebagai siswa kelas 2 SMP-  seorang teman menyodorkan buku Falsafatuna karya Imam Muhammad Bagir. Memang saya baca. Tapi usai membaca, saya menggeleng-gelengkan kepala sendiri, karena begitu banyaknya hal-hal yang seharusnya  terlebih dahulu saya ketahui ketika memutuskan akan membaca buku tersebut. Saya pikir, ini terlalu rumit. Dari sana, saya merasa tak berjodoh dengan filsafat: sesuatu yang menurut penulis humor Uni Sopyet almarhum, Z.Dolgopolova, sebagai “sesuatu yang enak dikunyah namun tidak bagus untuk ditelan”.


Judul      : Dunia Anna
Penulis   : Jostein Gaarder
Penerbit : Mizan Pustaka
Cetaka  : Pertama (Oktober 2014)
Tebal     : 248 halaman

Ya saya  memang patah arang dengan ilmu filsafat, sampai saya mendengar kata-kata teman saya itu di diskusi tersebut. Benarkah filsafat bisa “renyah dan sehat” seperti yang dikatakan olehnya? Untuk meyakinkannya, anda harus cepat pergi ke toko buku untuk  membeli buku-buku karya Gaarder dan langsung membacanya. Salah satu yang saya rekomendasikan adalah Dunia Anna.Percayalah sama seperti membaca karya hits Gaarder Dunia Sophie, usai membaca satu halaman, dua halaman, tiga halaman dan seterusnya, anda akan seperti lupa waktu. Ikut larut dalam keingintahuan Anna dan berasyik masyuk dengan santai bersama para filsof dan pemikirannya. Ada satu kalimat dari Gaarder yang hari ini tidak mungkin saya lupa: “Bisa  jadi manusia hari ini dibentuk dari sebuah molekul yang terlepas dari hidung seekor Dinosaurus.”  Mau tahu maksudnya? Tentu saja Anda harus baca buku-bukunya.

Yang jelas setelah menamatkan buku-buku Gaarder, saya jadi seperti teman saya tersebut: keranjingan filsafat sampai ke akar-akarnya. Saya jadi pengunyah setia filsafat hingga hampir-hampir saya telan. Bahkan saya merasa beruntung, ketika membaca, membicarakan dan menulis segala sesuatu tentang sejarah, politik, sosial dan budaya saya berusaha selalu mengikutkan analisa filsafat dengan gaya Gaarder. Ya membaca karya-karya penulis Norwegia ini ternyata memberi jejak yang begitu dalam buat hidup saya.

[hendijo]

Bagikan ke Sekitarmu!
Memahami Filsafat bersama Gaarder