Suatu pagi, ketika bangun untuk mempersiapkan rutinitas, kamu terduduk untuk sebuah pertanyaan: untuk apa kamu melakukan ini semua? Dapatkah kamu menjawabnya? Setiap hari, selama bertahun-tahun, menjalani rutinitas yang sama tanpa tahu tujuannya, apakah ada yang lebih mengerikan dari menjalani kehidupan yang demikian?

Pertanyaan selanjutnya yang tidak kalah menggetarkan adalah apakah yang ingin kamu capai dalam hidup? Kesenangan? Kekayaan? Kepuasan? Harta? Pangkat? Ataukah puncak dari segalanya; kebahagiaan?

Barangkali sebagian besar manusia tidak pernah benar-benar punya waktu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Manusia, terlalu sibuk dengan rutinitasnya sampai lupa tujuan sebenarnya. Pertanyaan semacam ini diserahkan kepada para filsuf dan ahli yang dianggap mumpuni dalam hal ini.

Apabila betul segala urusan duniawi ini bermuara pada satu tujuan yang bernama kebahagiaan, dapatkah seseorang mendefinisikan kebahagiaan? Menjawab sebuah pertanyaan dasar mengenai: Apa itu kebahagiaan? Agar tak lagi kabur pencarian ini dilakukan; agar jelas segala tujuan harus diarahkan.

Definisi Kebahagiaan

Para peneliti perilaku, ahli saraf, dan psikolog dalam satu dekade terakhir ini telah melakukan penelitian dan pengukuran tingkat kebahagiaan serta berusaha mencari tahu penyebabnya. Seperti penelitian ilmiah pada umumnya, mereka menggunakan sampel manusia, laboratorium khusus, survei, dan segala jenis data yang dibutuhkan untuk mencapai jawaban atas: apa itu kebahagiaan? Berdasarkan data statistik tersebut ternyata dapat disimpulkan bahwa kebahagiaan ternyata tidak sulit untuk dicapai.

hp0

(image from pexels.com)

“Menjalani hidup dengan pekerjaan yang nyaman dan pasti, mampir ke kafe bersama teman-teman, kemudian pulang ke rumah dan bercinta dengan pasangan Anda. Rahasia kebahagiaan pun terungkap!”

Apakah definisi kebahagiaan kamu tergambar dari hasil penelitian tersebut? Apakah definisi kebahagiaan tersebut sudah sukup bagimu? Jika belum, mari simak ahli lain yang  mencoba mendefinisikan kebahagiaan menurut cara mereka.

Selanjutnya, para ahli ekonomi pun ingin mengambil andil dalam mendefinisikan kebahagiaan. Mereka berpendapat bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang dapat dibeli. Kenyataannya? Kebahagiaan yang dikomersilkan sebagai sesuatu yang dapat dibeli tumbuh menjadi industri tersendiri.

Faktanya, buku-buku self-help menghasilkan keuntungan tahunan sebesar satu miliar dolar AS, sementara pasar global untuk obat anti-depresi menghasilkan keuntungan sebesar 17 miliar dolar AS.

Jadi, membeli obat “kebahagiaan” itu adalah sebentuk kebahagiaan yang dicari ataukah efek yang mungkin dapat diperoleh—kebahagiaan setelah membaca buku self-help atau meminum obat anti-depresi— setelah membeli benda-benda itu yan sebenarnya ingin kita dapatkan?

Sampai di sini, definisi yang utuh mengenai kebahagiaan masih belum utuh kita dapati.

Kebahagiaan sebagai Sesuatu yang Terukur

Alih-alih bicara bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang abstrak, tidak dapat dipegang, diukur, dan sebagainya, ada hal menarik yang dapat diambil dari penelitian Jeremy Betham, seorang ahli filsafat hukum Inggris abad ke-18. Betham mendefinisikan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang betul-betul dapat diukur dengan “kalkulasi kebahagiaan” berikut.

Kebahagiaan = Kepuasan – Kepedihan

Sebuah persamaan yang terlihat sederhana, namun nyatanya tetap abstrak dengan pertanyaan lanjutan yang akan muncul, bagaimana cara mengukur kepuasan dan kepedihan? Dalam esai yang ditulis Betham dengan apik mengenai pengantar kebahagiaan, terdapat aspek-aspek yang dapat menentukan banyaknya kepuasan atau kepedihan, yakni intensitas (intensity), durasi (duration), kepastian (certainty), kedekatan (propinquity), kesuburan (fecundity), kemurnian (purity), dan lingkup (extent).

happynes

(image from pexels.com)

Kebahagiaan, ketika dijelaskan dengan sangat hati-hati (seperti di atas), tampak dapat diraih—sesuatu yang kita semua inginkan. Namun, Betham memahami bahwa kita tidak dapat—kita semua—meluangkan begitu banyak waktu untuk menghitung jumlah kebahagiaan sehingga kita tidak pernah melakukan hal-hal yang sebenarnya membuat kita bahagia. Dan bahwa secara singkat dapat dinyatakan bahwa “kalkulus kebahagiaan” adalah sesuatu yang tidak akan benar-benar dapat digunakan.

Meraih Kebahagiaan dengan Pemahaman

Membicarakan soal ini dan itu, mencoba memecahkan misteri soal apa itu kebahagiaan menjadi lebih rumit dari yang kita kira, bukan? Sebuah pertanyaan sederhana tentang apa itu kebahagiaan menjadi topik yang melebar, tidak melebur, dan justru menyebar ke mana-mana; menjadi sesuatu yang semakin rumit untuk dipahami.

Sebenarnya yang kita cari definisi atau justru kebahagiaan itu sendiri dalam kehidupan ini? Daripada melulu merenungkan sesuatu yang akan semakin sulit dipahami, bacalah penutup yang ditulis dengan baik sekali oleh Richard Schoch atas penelitiannya mencari kebahagiaan dalam kutipan berikut ini.

“Kita tidak dapat menemukan kebahagiaan dalam isolasi. Sejumlah renungan yang sunyi dan tenang hanya diperlukan untuk memahami kebahagiaan, tetapi aktivitas menjadi bahagia merupakan aktivitas yang menghubungkan kita dengan dunia ini.”

Dan sebagai penutup, Schoch menambahkan bahwa kehidupan kita adalah sesuatu yang diperjuangkan sebelum diraih, dan kita (sejatinya) menginginkan kebahagiaan yang diperjuangkan.

 

—Artikel ini ditulis berdasarkan tulisan dari pakar kearifan klasik, Richard Schoch dalam buku The Secret of Happiness yang diterbitkan oleh Penerbit Himah (PT Mizan Publika) tahun 2008.

Bagikan ke Sekitarmu!
Rahasia Hidup Bahagia