Tahun 2018 sudah di depan mata! Sudahkah kamu mempersiapkan semuanya di tahun mendatang? Bagaimana dengan resolusi? Adakah rencana yang ingin kamu wujudkan di tahun depan, nanti?

Memiliki kehidupan yang lebih baik tentu menjadi dambaan kita semua. Mendapatkan uang, hidup berkecukupan tanpa pernah kekurangan, pernahkah kita memikirkan pada titik apa itu semua bermuara? Apa yang sebenarnya kita cari di dunia?

Jawabannya mungkin sederhana: kita ingin bahagia.

Bukankah begitu? Hidup tenang, hidup senang, selalu punya cukup uang, sehat dan selalu sejahtera, itulah doa yang hampir selalu dipanjatkan tiap kali kita meniup lilin saat bertambahnya usia. Kita tidak pernah sadar bahwa sesungguhnya yang kita cari adalah bahagia. Kini bagaimana caranya mengukur kebahagiaan sehingga kita tahu bagaimana hal itu bisa diraih?

Kebahagiaan adalah Sesuatu yang Terukur

Alih-alih bicara bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang abstrak, tidak dapat dipegang, diukur, dan sebagainya, ada hal menarik yang dapat diambil dari penelitian Jeremy Betham, seorang ahli filsafat hukum Inggris abad ke-18. Betham mendefinisikan bahwa kebahagiaan adalah sesuatu yang betul-betul dapat diukur dengan “kalkulasi kebahagiaan” berikut.

Kebahagiaan = Kepuasan – Kepedihan

Sebuah persamaan yang terlihat sederhana, namun nyatanya tetap abstrak dengan pertanyaan lanjutan yang akan muncul, bagaimana cara mengukur kepuasan dan kepedihan? Dalam esai yang ditulis Betham dengan apik mengenai pengantar kebahagiaan, terdapat aspek-aspek yang dapat menentukan banyaknya kepuasan atau kepedihan, yakni intensitas (intensity), durasi (duration), kepastian (certainty), kedekatan (propinquity), kesuburan (fecundity), kemurnian (purity), dan lingkup (extent).

happynes

Mencari dan Mendapatkan Kebahagiaan (image from pexels.com)

Kebahagiaan, ketika dijelaskan dengan sangat hati-hati (seperti di atas), tampak dapat diraih—sesuatu yang kita semua inginkan. Namun, Betham memahami bahwa kita tidak dapat—kita semua—meluangkan begitu banyak waktu untuk menghitung jumlah kebahagiaan sehingga kita tidak pernah melakukan hal-hal yang sebenarnya membuat kita bahagia. Dan bahwa secara singkat dapat dinyatakan bahwa “kalkulus kebahagiaan” adalah sesuatu yang tidak akan benar-benar dapat digunakan.

Meraih Kebahagiaan dengan Pemahaman

Membicarakan soal ini dan itu, mencoba memecahkan misteri soal apa itu kebahagiaan menjadi lebih rumit dari yang kita kira, bukan? Sebuah pertanyaan sederhana tentang apa itu kebahagiaan menjadi topik yang melebar, tidak melebur, dan justru menyebar ke mana-mana; menjadi sesuatu yang semakin rumit untuk dipahami.

Sebenarnya yang kita cari definisi atau justru kebahagiaan itu sendiri dalam kehidupan ini? Daripada melulu merenungkan sesuatu yang akan semakin sulit dipahami, bacalah penutup yang ditulis dengan baik sekali oleh Richard Schoch atas penelitiannya mencari kebahagiaan dalam kutipan berikut ini.

“Kita tidak dapat menemukan kebahagiaan dalam isolasi. Sejumlah renungan yang sunyi dan tenang hanya diperlukan untuk memahami kebahagiaan, tetapi aktivitas menjadi bahagia merupakan aktivitas yang menghubungkan kita dengan dunia ini.”

Dan sebagai penutup, Schoch menambahkan bahwa kehidupan kita adalah sesuatu yang diperjuangkan sebelum diraih, dan kita (sejatinya) menginginkan kebahagiaan yang diperjuangkan.

Menjadi lebih bahagia adalah kunci. Itukah yang ingin kamu jadikan sebagai resolusi di tahun mendatang, nanti?

(Artikel ini ditulis berdasarkan tulisan dari pakar kearifan klasik, Richard Schoch dalam buku The Secret of Happiness yang diterbitkan oleh Penerbit Himah (PT Mizan Publika) tahun 2008.)

[Hanung W L/Copywriter Mizanstore]

Bagikan ke Sekitarmu!
Resolusi Tahun Baru: Menjadi Lebih Bahagia