Siapa sangka sebuah novel yang “kurang beruntung” karena terbit saat pandemi justru melahirkan gerakan literasi yang hidup sampai sekarang? Itulah kisah komunitas Membaca Raden Saleh (MRS), sebuah kelompok baca yang lahir dari novel Pangeran dari Timur.
Dari Toko Buku ke Gudang, Lalu ke Komunitas
Novel Pangeran dari Timur karya Iksaka Banu dan Kurnia Effendi resmi terbit Februari 2020. Peluncurannya meriah, digelar di Rumah Raden Saleh, Cikini, lalu di Museum Bank Indonesia. Tapi dua minggu setelahnya, pandemi melanda. Semua agenda promosi dibatalkan, buku menumpuk di gudang, dan para penulis hanya bisa pasrah.
(Sumber: instagram.com/membacaradensaleh)
Dua tahun kemudian, situasi mulai membaik. Beberapa pegiat literasi bertemu di Perpustakaan BacaDiTebet. Dari obrolan sederhana muncul ide: “Bagaimana kalau kita bikin klub baca khusus novel Pangeran dari Timur?” Dari situlah Membaca Raden Saleh resmi dimulai pada Juni 2022.
Bukan Klub Baca Biasa
Pertemuan perdana digelar di Tebet dengan membaca bab “Rumah Dansa”. Antusiasme tinggi. Sejak itu, acara MRS berpindah-pindah tempat: dari Perpustakaan HB Jassin di TIM, Festival Jali-Jali Jakarta, Gedung Karesidenan Bogor, Villa Isola Bandung, sampai Museum Multatuli Rangkasbitung.
Setiap lokasi punya makna sejarah, jadi pengalaman membaca terasa lebih hidup. Peserta bukan hanya mendengar orang membaca novel, tapi juga ikut tur museum, diskusi seni rupa, lomba pantun, sampai “perang buku”. Jadi, MRS lebih mirip perjalanan budaya daripada sekadar klub baca.
Dari Jakarta Menyebar ke Daerah
Memasuki 2023, MRS tidak lagi hanya di Jakarta. Komunitas ini sudah hadir di Garut, Bogor, bahkan Lampung.
-
Di Garut, pembacaan bab berubah jadi drama mini di panggung.
-
Di Bogor, peserta diajak berziarah ke makam Raden Saleh.
-
Di Lampung, ada kolaborasi dengan komunitas lokal dan film dokumenter berbahasa daerah.
Setiap kota memberi warna berbeda, dan selalu ada peserta baru yang akhirnya ikut bergabung.
Perayaan Ulang Tahun
MRS juga merayakan ulang tahun layaknya komunitas besar.
-
Tahun pertama (2023) dirayakan di Aula Sri Baduga, Bogor, dengan tiup lilin sederhana.
-
Tahun kedua (2024) berlangsung di Museum Fatahillah dengan tema busana Betawi.
Selalu ada kombinasi unik: pembacaan novel, tur budaya, lomba kreatif, hingga hadiah buku dari penerbit.
Apa yang Membuat MRS Istimewa?
Banyak klub baca lahir dan mati. Tapi MRS bertahan karena punya “jiwa” berbeda:
-
Membaca novel Pangeran dari Timur bukan hanya soal sastra, tapi juga pintu masuk untuk bicara sejarah, seni, dan budaya Indonesia.
-
Acara tidak kaku, malah penuh kejutan. Kadang ada musik, kadang tur museum, kadang diskusi lintas generasi.
-
Jaringan terus meluas: ada penulis, pustakawan, akademisi, seniman, hingga komunitas lokal.
(Sumber: instagram.com/komunitas_salihara)
Dari Novel “Kurang Beruntung” ke Gerakan Literasi
Ironisnya, kalau pandemi tidak datang, mungkin Pangeran dari Timur hanya lewat sebentar di rak toko buku. Tapi karena terbit di momen yang tak tepat, lahirlah gerakan literasi yang lebih berharga: Membaca Raden Saleh.
Kini, komunitas ini sudah berjalan puluhan kali pertemuan, melibatkan ratusan orang, dan terus menyebar ke berbagai kota.
Novel Pangeran dari Timur yang dulu sepi kini justru hidup kembali, dibacakan berulang kali, dan menghadirkan ruang kebersamaan yang sulit ditemukan di tempat lain.
Epilog
MRS membuktikan satu hal: membaca itu bisa jadi perjalanan seru kalau dilakukan bersama. Dari perpustakaan kecil di Tebet, komunitas ini menjelma jaringan literasi yang menghidupkan kembali nama besar Raden Saleh, pelukis maestro Indonesia.
(Sumber: instagram.com/bookclaninjkt)
Kalau kamu penasaran, mungkin sudah saatnya ikut salah satu acara Membaca Raden Saleh. Siapa tahu, dari sekadar mendengar bab dibacakan, kamu pulang membawa pengalaman sejarah dan pertemanan baru.
Disadur dari artikel asli di Bentangpustaka.com
[MY/Mizanstore.com]