“Ketidaktahuan adalah aib. Membiarkan orang yang ingin tahu tetap dalam ketidaktahuan adalah khianat.” –Pramoedya Ananta Toer

Raganya memang telah tiada, tapi semangat idealismenya masih tetap terjaga. Pramoedya, bekerja untuk keabadian. Tulisannya, karyanya, semua pemikirannya abadi selamanya.

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” – Pramoedya Ananta Toer

Pada 6 Februari 1925, Blora turut menjadi saksi lahirnya tokoh sastra yang masih dikenang hingga kini, Pramoedya Ananta Toer. Keluar masuk penjara karena berkarya, lebih dari 50 tulisannya telah diterjemahkan tak kurang dari 41 bahasa asing. Pram kala itu, karyanya telah luas melanglang buana, sedangkan dirinya terkurung di dalam penjara.

Kini ideologi Pram masih tersimpan rapi. Pramisme, sebutan untuk ideologi yang dianut Pram yang selalu mendambakan keadilan begitu dikenal masyarakat, kini. Tidak pernah ada sedikitpun keraguan dalam menyuarakan keadilan. Keluar masuk penjara tidak jadi soal selama dirinya masih bisa terus menulis dan menghasilkan karya.

“Kenapa saya mesti takut? (Tulisan-tulisan ini) adalah bagian dari sejarah Indonesia. Mereka akan terlupakan jika tidak dituliskan.” – Pramoedya Ananta Toer

Pram Abadi dalam Karyanya

“Dalam rangsa hidup ini hanya satu yang terus menggodaku: bikinlah sesuatu yang berarti sebelum mati!”-Pramoedya Ananta Toer

Itulah Pram, yang sampai kini tulisan-tulisannya belum basi untuk dibaca. Masih banyak pula orang yang berusaha mengkaji tulisan-tulisannya. Para penggemarnya masih berusaha menemukan karya tulisannya yang tak sempat diterbitkan karena begitu banyak halangan. Berikut beberapa yang berhasil dirangkum oleh Tofik Pram dalam The Wisdom of Pramoedya Ananta Toer.

  1. Sepoeloeh Kepala Nica (1946)
  2. Kranji-Bekasi Jatuh (1947)
  3. Perburuan (1950)
  4. Keluarga Gerilya (1950)
  5. Subuh (1951)
  6. Percikan Revolusi (1951)
  7. Mereka yang DIlumpuhkan (I dan II) (1951)
  8. Bukan Pasarmalam (1951)
  9. Di Tepi Kali Bekasi (1951)
  10. Dia yang Menyerah (1951)
  11. Cerita dari Blora (1952)
  12. Gulat di Jakarta (1953)
  13. Midah Si Manis Bergigi Emas (1954)
  14. Korupsi (1954)
  15. Mari Mengarang (1954)
  16. Cerita dari Jakarta (1957)
  17. Cerita Calon Arang (1957)
  18. Sekali Peristiwa di Banten Selatan (1958)
  19. Panggil Aku Kartini Saja (I dan II, 1963 dan III dan IV 1965)
  20. Kumpulan Karya Kartini (1965)
  21. Wanita Sebelum Kartini (1965)
  22. Gadis Pantai (1962—1965)
  23. Sejarah Bahasa Indonesia Satu Percobaan (1964)
  24. Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia (1963)
  25. Lentera (1965)
  26. Bumi Manusia (1980)
  27. Anak Semua Bangsa (1981)
  28. Sikap dan Peran Intelektual di Dunia Ketiga (1981)
  29. Tempo Doeloe (1982)
  30. Jejak Langkah (1985)
  31. Sang Pemula (1985)
  32. Hikayat Siti Mariah (1987)
  33. Rumah Kaca (1988)
  34. Memoar Oeii Tjoe Tat (1995)
  35. Nyanyian Sunyi Seorang Bisu I (1995)
  36. Arus Balik (1995)
  37. Nyanyian Sunyu Seorang Bisu II (1997)
  38. Arok Dedes (1999)
  39. Mangir (2000)
  40. Larasati (20000
  41. Jalan Raya Pos, Jalan Daendels (2005)

Berapa banyak buku yang telah disebutkan, yang sudah menjadi milik Anda? Bisa ditebak tidak sampai setengah dari daftar, kan? Sebagian besar karya tersebut telah dilarang terbit, dibakar, atau hilang di tangan penerbitan sebelum sempat dipublikasikan.

“Semua yang ingin saya kerjakan sudah saya kerjakan. Tinggal matinya saja.”

– Pramoedya Ananta Toer

Terima kasih, Pram. Terima kasih juga kepada siapapun yang telah mencoba mengabadikan Pram. Selamat 93 Tahun, dan selama-lamanya karena pekerjaanmu untuk keabadian masih terjaga hingga sekarang.

(Tulisan ini diolah dari berbagai sumber dan didedikasikan untuk memperingati 93 tahun hari lahir Pramoedya Ananta Toer)

[Hanung W L/ Copywriter Mizanstore]

Bagikan ke Sekitarmu!
93 Tahun Pramoedya Tetap Abadi dalam Karya