Awal tahun dunia tiba-tiba saja digemparkan dengan serangan tak kasat mata yang telah menyerang hampir 2 juta jiwa dengan tingkat kematian lebih dari 100.000 jiwa . Tanpa pandang bulu, tak melihat usia, status sosial, di mana pun kita berada, serangan ini bisa datang tiba-tiba tanpa permisi. 

Ya, hanya dengan sebuah virus, dunia diporak-porandakan. Virus ganas bernama Covid-19 ini bergerak dengan cepat, menular dari satu individu ke indvidu lain hingga membuat seluruh dunia kewalahan. Bahkan negara-negara berkuasa pun tak luput dari ancamannya. Tercatat, Amerika Serikat (AS) dan Italia menjadi dua negara dengan tingkat kematian tertinggi, yaitu sebesar 18.747 dan 18.849 juta jiwa (sumber: Kompas.com 11/4). 

Semuanya terperangah, kewalahan menghadapi serangan virus covid-19 ini. Namun, Corona datang bukan tanpa peringatan, ia adalah jelmaan manusia atas kerakusan tanpa batas. Melihat kondisi saat ini, teringat salah satu tokoh bernama Thanos dalam film superhero Avengers yang mempunya tujuan untuk menghilangkan separuh populasi di muka bumi. Hanya dengan jentikan jari, semuanya hilang, musnah, hanya tersisa beberapa yang terkuat. 

Sama halnya dengan pandemi ini, Corona memang kasat mata, tapi kedatangannya rupanya mampu membuat kocar-kacir. Semua orang sembunyi di balik pintu sementara di luar nyawa berhamburan, ekonomi lumpuh, pemerintah kebingungan, dan dunia diliputi kegamangan. Kapan bencana ini usai?

 

Di atas itu semua, seperti yang dicemaskan Cak Nun, semua hanya tertuju pada Corona.

Tidak ada pemimpin dunia, negara atau bahkan agama, yang menyesali terjadinya balasan Tuhan atas perbuatan-perbuatan buruk manusia. Tidak ada presiden, kaum intelektual, budayawan, atau jenis tokoh apa pun yang mengajak umat manusia untuk becermin menatap wajahnya dan mencari kesalahannya.

 

Mungkin kita perlu Lockdown 309 Tahun? Hal ini yang coba diangkat Cak Nun dalam buku terbarunya berjudul Lockdown 309 TahunCak Nun dengan menarik menyentil episode Corona ini dengan menghadirkan dialog antara Sunan Sableng dan Paduka Petruk dalam lakon Musyawarah Alam Semesta. Sunan Sableng yang diperankan secara antagonistik mengusulkan agar kiamat dipercepat saja. 

 

“Toh manusia sudah kadung melangkah ke dalam kerusakan yang dibuatnya sendiri, mengapa tidak sekalian digiring ke dalam kehancurannya saja secara paripurna?!”

 

Paduka Petruk sejatinya ingin lekas menjawab, akan tetapi jawabannya dapat kamu temukan dalam catatan-catatan istighfar Lockdown 309 Tahun untuk zaman pageblug ini. Buku ini melibatkan banyak hal yang terjadi selama pandemi, membuka ruang untuk berbagi kegelisahan serta refleksi atas fenomena yang terjadi. Mari, dekatkan dirimu kepada sang Pencipta melalui catatan-catatan istighfar. Melalui buku ini, harapannya, langkah untuk muhasabah akan membuka jalan-jalan kebaikan yang lain. Mulai Pre-Order 20 – 30 April 2020 hanya di www.mizanstore.com

Bagikan ke Sekitarmu!
Corona, Datang Bagai Jentikan Jari Thanos
Tag pada: