Setelah Surga yang Tak Dirindukan sukses, kini Asma Nadia hadir kembali dengan cerita yang sederhana. Rumah tanpa Jendela, sebuah kisah sederhana yang sarat akan makna yang patut kamu pertimbangkan untuk dibaca.

Rumah tanpa Jendela ini sebelumnya merupakan cerita pendek yang berjudul “Jendela Rara” yang diterbitkan dalam buku Emak Ingin Naik Haji Cinta Hingga Tanah Suci yang juga ditulis Asma Nadia pada tahun 2009. Selanjutnya, cerpen tersebut menginspirasi Aditya Gumay untuk diangkat ke layar kaca dengan judul Rumah tanpa Jendela. Film tersebut masuk dalam layar kaca pada tahun 2011 yang dibintangi Maudy Ayunda sebelum namanya mulai mewarnai layar sinema sebagai bintang utama.

Kini, Rumah tanpa Jendela mempunyai kisahnya sendiri dalam bentuk novel. Kisah sederhana tentang Rara, anak yang lahir di keluarga tak berada dengan mimpi yang sederhana.

“Namaku Rara.

Aku tinggal di Jakarta.

Di satu rumah sempit, melewati gang-gang sempit, di perkampungan yang juga penuh dengan rumah-rumah sempit.

Rumah-rumah tanpa jendela.”

Rumah tanpa Jendela oleh Asma Nadia (2017), hal. 1

Mimpi Rara sederhana, Rara hanya ingin jendela. Itu saja. Ia ingin memandang ke luar rumah dengan jendela di beranda. Akan tetapi, bagaimana mungkin? Gubuk yang Rara tinggali saja sangat kecil. Dindingnya hanya terbuat dari tripleks, tidak akan sanggup untuk menahan beban kusen sebuah jendela. Selain itu, ayah Rara bahkan tidak sanggup membayar uang untuk membeli kusen jendela.

Mimpi Sederhana Rara, Begitu dekat dengan Kehidupan Kita

Barangkali, ketika membaca cerita ini kita bertanya-tanya “apa betul sebegitu susah membeli sebuah jendela?” yang bagi sebagian besar masyarakat metropolitan terlalu berlebihan untuk digambarkan.

Asma Nadia, melalui buku ini, berusaha untuk mengajak kita untuk kembali melihat kehidupan dengan cara berbeda. Bukan seberapa banyak koleksi sepatu yang wajib kita miliki, tetapi seberapa besar kita dapat membuka mata hati, melihat kenyataan masih banyak masyarakat kita yang begitu susah bahkan sekadar untuk makan sesuap nasi.

Rara hanyalah contoh kecil bahwa kehidupan yang Rara alami adalah nyata. Penggunaan latar Jakarta sebagai tempat hidup Rara semakin mengesankan betapa ketimpangan hidup betul dialami masyarakat. Cerita tentang Rara telah rilis sejak tahun 2009, akan tetapi mengapa masih begitu relevan sampai hari ini?

ilustrasi lingkungan tempat Rara tinggal (image from pixabay.com)

Faktanya:

“Pada bulan Maret 2017jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 27,77 juta orang (10,64 persen), bertambah sebesar 6,90 ribu orang dibandingkan dengan kondisi September 2016 yang sebesar 27,76 juta orang (10,70 persen).”—data terkini dari bps.go.id

Rara hanya meminta jendela, sedangkan berapa banyak dari kita yang masih saja mengeluh ketika gagal membeli tiket konser seharga puluhan juta dengan enteng saja.

Tentu, setiap orang punya kesenangan serta pilihan hidup sendiri. Akan tetapi, ada baiknya, untuk mensyukuri nikmat hidup kadang kita perlu melihat ke bawah.

Tidak melulu nikmat diukur dari banyaknya materi. Dari buku Rumah tanpa Jendela, kita akan belajar banyak hal. Salah satunya, bahwa nikmat dari rasa syukur tidaklah mahal.

[Hanung W L/ Copywriter Mizanstore]

Bagikan ke Sekitarmu!
Jendela untuk Rara