Kasus kematian akibat penyebaran virus korona (covid-19) di Indonesia kian memprihatinkan. Per September 2020, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mencatat total 184 tenaga kesehatan meninggal dunia selama pandemi. Sebagian tenaga medis itu meninggal karena positif dan menjadi suspek covid-19. Tenaga kesehatan ini terdiri dari dokter umum, dokter spesialis, dokter gigi, dan perawat.

Melihat laju perkembangan kasus yang setiap hari kian memprihatinkan ini, rasanya perjuangan kita untuk keluar dari situasi ini masih akan panjang dan berliku.

Bagaimana agama, khususnya Islam, memandang suatu bencana yang terjadi dan menimpa manusia? Sebagian, mungkin akan memaknainya, baik sebagai teguran maupun sebagai hikmah, agar umat semakin meningkatkan ketaqwaannya kepada Allah Swt.

Dalam tulisan yang ringkas berikut ini, Abdillah Toha, penulis buku Buat Apa Beragama? akan mengajak kita untuk merenungkan dan memaknai kembali tentang bencana.

Makna Bencana

Kita pernah menyinggung tentang bencana dan hubungannya dengan rahmat Allah. Sementara, kita simpulkan bahwa bencana alam dapat dilihat dari dua sisi, yakni bagian dari keseimbangan alam dan karena ulah manusia. Sesungguhnya bencana yang menimpa manusia dan makhluk lain ada paling sedikit tiga macam: bencana alam, bencana sosial, dan bencana kecelakaan. Meski terpisah, sering kali ketiga jenis bencana itu berhubungan.

Bencana Sosial terjadi kala masyarakat telah mencampakkan nilai-nilai moral, kesusilaan, akhlak, dan keadilan sehingga terjerumus ke dalam sebuah lingkungan yang tidak mampu mendukung tata kehidupan yang tertib dan damai. Bencana jenis ini, yang juga berakibat pada kemiskinan, kekacauan, perang, dan sebagainya adalah sepenuhnya tanggung jawab manusia untuk mengatasinya melalui kemajuan peradaban dan keadaban. Fungsi agama di sini membantu manusia memberi petunjuk menuju pencapaian makna hidup yang sejati.

Bencana Kecelakaan bisa terjadi karena kelalaian manusia maupun faktor alam. Bencana jenis ini disebabkan oleh keterbatasan informasi yang ada di tangan manusia. Agama mengarahkan manusia untuk berdoa bagi meraih bantuan Allah untuk mengatasi berbagai faktor (random) yang berada di luar kendali manusia.

Bencana Alam oleh sebagian ulama ditafsir sebagai manifestasi kemurkaan Allah atau hukuman yang dijatuhkan Allah kepada makhluk-Nya. Padahal, di dalam Al-Quran, ayat-ayat yang menunjuk kepada bencana sebagai hukuman digambarkan hanya pada saat para nabi masih ada dan ketika manusia tetap membangkang dan mengganggu utusan Allah setelah Allah mengirim utusan-Nya, seperti umat Nuh, Fir‘aun, kaum Luth, dan sebagainya.

Sebagian besar ulama karenanya tidak sependapat dengan pandangan bencana alam sebagai hukuman atau manifestasi kemurkaan Allah di era setelah tiada nabi lagi. Sifat-sifat Allah yang Rahman-Rahim jauh lebih luas daripada sifat murka-Nya dan kemauan untuk menghukum.

Bencana alam bisa juga dilihat dari sisi lain, yakni hikmahnya. Pertama, ia merupakan bala’ dalam arti ujian bagi yang terkena bencana maupun bagi yang tidak terkena. Yang terakhir ini diuji apakah mereka tergerak untuk mem bantu yang terkena bencana. Kedua, bencana alam adalah semacam kiamat kecil sebelum kiamat besar di akhir zaman. Ia dimaksudkan mengingatkan kita akan fananya dunia. Bahwa hidup ini hanya sementara dan sewaktu-waktu bisa terhenti, dan suatu saat semuanya akan punah kecuali Allah. Namun, pandangan yang lebih maju mengatakan bahwa bencana alam adalah fenomena alam yang dari sisi manusia terasa sebagai bencana, sedang sebenarnya itu adalah dinamika alam dalam menjaga keseimbangan ekologi, dan karenanya pula merupakan bagian dari keadilan Tuhan.

Gempa yang diakibatkan oleh pergeseran lempeng bumi atau meletusnya gunung berapi, umpamanya, adalah proses penciptaan topografi dan penyebab kehidupan dan kesuburan alam. Ia adalah bagian dari Sunnatullah yang perlu diteliti dan dipahami oleh manusia. Ilmu pengetahuan saat ini sudah sangat maju dalam memahami berbagai fenomena alam meski belum mampu menguasai seluruhnya.

Bencana alam, termasuk di dalamnya bencana wabah penyakit yang mengakibatkan banyak korban, disebabkan oleh paling tidak tiga hal.

Pertama, belum dikuasainya semua ilmu tentang fenomena alam sehingga tidak dapat diantisipasi dan dijelaskan secara  rasional. Sains sudah bisa memprediksi cuaca, tsunami, dan sebagainya, tapi sampai sekarang belum bisa menghitung kapan persisnya gempa akan terjadi.

Kedua, karena kelalaian dan kesembronoan manusia. Ketika kita sudah tahu bahwa banjir disebabkan oleh melimpahnya hujan yang tak tertampung oleh aliran sungai dan tanah resapan serta disebabkan oleh penggundulan hutan, masyarakat dan pemerintahnya membiarkan hal tersebut berkelanjutan tanpa upaya mengantisipasi dan memperbaiki keadaan.

Ketiga, rakus dan tamak serta kebejatan moral yang ingin meram bah tanah dan hutan, menyebabkan polusi, serta menciptakan efek rumah kaca yang mengakibatkan pemanasan global. Kerakusan dicampur kebodohan ini kemudian merusak tatanan harmoni hubungan manusia dan alam.

Salah satu ayat Quraniyah yang memperingatkan manusia tentang kerusakan yang menjadi tanggung jawab manusia adalah: Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar) (QS Al-Rûm [30]: 41).

Semoga Allah menjauhkan kita dari semua ujian bencana.

sumber dokumentasi mizanstore

 

Sumber: https://mizanpublishing.com/bagaimana-agama-islam-memaknai-bencana

Bagikan ke Sekitarmu!
Bagaimana Agama Islam Memaknai Bencana