Dalam keseharian, profesi apa pun sangat membutuhkan personal branding. Hal ini membantu Anda memosisikan diri sendiri dalam benak publik, baik dalam skala kecil maupun skala nasional bahkan global. Personal branding memosisikan diri Anda di hadapan teman-teman dekat, keluarga, rekan kerja, hingga masyarakat luas, termasuk masyarakat global, apa pun profesi Anda.
Satu hal yang harus diluruskan terlebih dahulu, bahwa hal ini bukanlah upaya poles-memoles untuk membuat Anda menjadi (tampak) baik di hadapan orang banyak, melainkan upaya memperkuat kelebihan yang ada pada diri Anda. Bukan soal berdandan rapi, bersikap santun, penuh senyum, dan menggunakan bahasa tubuh yang ritmis. Semua itu merupakan etika berbicara dan berperilaku.
Hal itu memang perlu, tetapi itu baru sekitar 7 persen dari kebutuhan personal branding yang sesungguhnya. Sayangnya, kita lebih banyak menganggap bahwa etika berbicara itulah sebuah kepribadian. Bahkan, ada sekolah etika berbicara dan berperilaku yang mengklaim sebagai sekolah kepribadian. Padahal, hal itu hanya sedikit dari kemasan. Wajar jika kemudian kita mengasosiasikan pencitraan secara negatif, sekadar bungkus yang dibawa ke mana-mana.
Padahal tidak sekedar cara duduk ataupun teknik tersenyum, kunci utamanya adalah membangun keunggulan berbeda (differential advantage). Sederhana sekali sebetulnya, Anda hanya harus menjadi berbeda dengan orang lain. Sekalipun Anda memiliki keunggulan yang sama dengan kompetitor, tinggal dimodifikasi agar menjadi berbeda.
Nah, sekarang apakah keunggulan yang ingin Anda tawarkan? Apa kelebihan Anda yang berbeda dari orang lain? Dalam buku Political Personal Branding, Silih Agung Wasesa menuturkan segala hal yang perlu Anda ketahui mengenai Personal branding.
Secara spesifik buku ini membahas tentang branding untuk kampanye politik, tapi, semua itu berasal dari mula yang sama.
Tentukan keunggulan Anda dari orang lain. Bentuklah personal branding Anda sendiri.
[Melati/Expose]