Siapa tak kenal Bung Karno? Bapak proklamator ini memiliki semangat teguh untuk memperjuangkan kemerdekaan RI. Raganya mungkin tak lagi bersama kita di dunia, tetapi semangatnya terus menyala di hati pemuda dan pemudi Indonesi masa kini.

Dalam rangka menyambut HUT RI ke-72 pada 17 Agustus 2017, Warung Sejarah RO dan Komunitas Gerbang Sejarah mengadakan diskusi hangat untuk membahas buku Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran terbitan Mizan. Acara ini diselenggarakan pada 15 Agustus 2017 di Auditorium Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tema yang diangkat dalam acara ini adalah “Bung Karno di Mata Generasi Milenial”. Tak kalah seru dengan tema yang diangkat, pembicaranya pun tak kalah “mengundang” antusiasme pengunjung untuk datang. Tak tanggung-tanggung, Wakil Bupati Termuda di Indonesia Mochamad Nur Arifin yang sekaligus merupakan penulis buku Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran pun turut diundang. Selain itu, Tsamara Amany yang juga sangat populer lantaran menjadi politisi di usianya yang sangat muda yakni 21 tahun juga datang untuk meramaikan acara.

BK_Diskusi03

Tak disangka-sangka, animo generasi muda untuk datang dalam acara ternyata sangat tinggi. Tiga ratusan lebih peserta hadir untuk meramaikan Auditorium FISIP UIN. Bukan hanya mahasiswa dan mahasiswi yang hadir, nyatanya para pejabat hingga mantan duta besar Indonesia pun turut hadir untuk menyaksikan diskusi ini.

Acara dibuka dengan orasi dari Mochamad Nur Arifin dan Tsamara Amany atas kekagumannya terhadap mantan presiden pertama RI, Soekarno. Gus Ipin, sapaan akrab Mochamad Nur Arifin melanjutkan orasi dengan hikmat dan menyampaikan bahwa gagasan yang diutarakan Bung Karno dulu sempat dianggap omong kosong. Akan tetapi, dengan semangat dan kerja keras, Bung Karno berhasil membuktikan bahwa segala yang Bung Karno sampaikan adalah sebuah cita-cita; sebuah misi besar untuk Indonesia. Menyambung perkataan Gus Ipin, Tsamara menambahkan bahwa Bung Karno memang merupakan sosok revolusioner dengan gagasan yang sangat cemerlang.

Dua sukarnois muda ini melanjutkan diskusi lebih jauh mengenai buku Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran. Gus Ipin sebagai penulis memulai dengan penjabaran atas judul yang ia bubuhkan.

Kata “menerjemahkan” dalam judul buku seringkali mengundang miskonsepsi. Seringkali, muncul pertanyaan: “Apakah Bung Karno ahli Quran?” Untuk itu, Gus Ipin mencoba menjabarkan.

BK_Diskusi01

Kata “menerjemahkan” dalam judul buku bukan berarti bahwa Bung Karno adalah ahli tafsir maupun seorang penerjemah Alquran. Di sisi lain, hal ini justru mengartikan bahwa Bung Karno berupaya dalam menjadikan nilai-nilai dalam Quran sebagai basis ideologi pergerakannya. Oleh karena itu, ia bubuhi tanda petik dalam kata “menerjemahkan” di judul bukunya itu.

Diuraikan pula oleh Gus Ipin dan Tsamara dalam diskusi bahwa di dalam buku itu pembaca dapat menjumpai bahwa betapa ide-ide Bung Karno sangat sejalan dengan Alquran: dari Pancasila sampai Trisakti. Oleh karena itu, buku ini dapat menjadi jawaban bagi orang-orang yang meragukan keislaman Bung Karno dan Pancasila, sekaligus.

Terakhir, Tsamara menambahkan bahwa Bung Karno memiliki paradigma keislaman yang sangat relevan saat ini. Ia melihat Islam sebagai pertama, agama yang menengahkan kemanusiaan; kedua, mesin ideologi pergerakan; ketiga, agama yang anti-takfirisme (suka mengkafirkan yang lain); dan terakhir ajaran yang menjunjung tinggi kesetaraan. Oleh karena itu, tegas Tsamara, lahirnya buku Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran merupakan sebuah upaya yang tepat untuk mengawali kesadaran tentang bagaimana Islam ditermahkan secara substantif.

Setelah segala yang disampaikan dalam diskusi yang mencerahkan itu, apakah kamu sebagai bagian dari generasi milenial sudah siap untuk membaca buku Bung Karno “Menerjemahkan” Al-Quran?

(banner image from http://daenggassing.com)

[Hanung W L/ Copywriter Mizanstore]

Bagikan ke Sekitarmu!
Bung Karno yang Terus “Hidup” di Mata Generasi Milenial