“Aku mati sebagai mineral
dan menjelma sebagai tumbuhan,
aku mati sebagai tumbuhan
dan lahir kembali sebagai hewan.
Aku mati sebagai hewan dan kini menjelma manusia.
Kenapa aku harus takut?
Maut tidak pernah mengurangi sesuatu dari diriku.

Sekali lagi,
aku masih harus mati sebagai manusia,
dan lahir di alam para malaikat.
Bahkan setelah menjelma sebagai malaikat,
aku masih harus mati lagi;
karena, kecuali Tuhan,
tidak ada sesuatu yang kekal abadi.

Setelah kelahiranku sebagai malaikat,
aku masih akan menjelma lagi
dalam bentuk yang belum kupahami.
Ah, biarkan diriku lenyap,
memasuki kekosongan, kesejatian.
Karena hanya dalam kesejatian itu
terdengar nyanyian luhur.”

(Rumi, penyair Muslim abad ke-12)

sumber: https://mizanpublishing.com/

Sebetulnya bukan cuma Rumi, sejarah pemikiran Islam mencatat beberapa pemikir terkemuka lain yang berbicara tentang sifat evolusioner kejadian makhluk hidup. Termasuk di dalamnya Ibn Miskawaih, al-Jahizh, dan lain-lain. Sebagian juga menyebut al-Damiri, al-Biruni, Ibn Thufail, dan Ibn Khaldun sebagai pemikir yang mengungkapkan gagasan evolusi ini. Sebagian yang lain lagi malah menyebut belasan pemikir Muslim terkemuka lainnya sebagai prekursor teori evolusi. Pada zaman modern ada, antara lain, Muhammad Iqbal dari Anak Benua India, Murtadha Muthahhari dari Iran, Hussein al-Jisr, Muhammad Abduh, Sayyid Ahmad Khan, Abdullah Yusuf Ali, dan Fazlur Rahman. Muthahhari—seperti juga Thabathaba’i, gurunya, seorang ahli tafsir terkemuka yang menulis Tafsîr al-Mîzân, 20 jilid—bahkan tak segan-segan membuka kemungkinan bagi kebenaran teori evolusi Darwin. Muthahhari pernah menyatakan:

“Jika (bisa dibuktikan—HB) bahwa manusia memiliki nenek moyang hewan, ini berarti Al-Quran menarasikan penciptaan manusia—sebagai terkesan sekali-jadi (instan) (HB)—sebagai lebih bersifat simbolik dan bukannya bermaksud menggunakan bahasa saintifik.”

Kenyataannya, memang Al-Quran bukanlah buku sains. Al-Quran banyak menggunakan simbolisasi, bahkan juga mitos (makna kata “mitos” di sini, bukanlah dongeng khayalan yang terbelakang dan ngawur, melainkan—sebagaimana makna akademis istilah ini—adalah kisah rekaan yang dibuat untuk menyampaikan sebuah kebenaran dengan cara nonproposisional, dan bukannya simbolik, atau metaforik). Kalau­pun ada, paling jauh Al-Quran menyimpan isyarat saintifik seperti, antara lain, akan ditunjukkan di bawah sehubungan dengan evolusi makhluk hidup. Yang jelas, dalam sebuah hadis yang juga dikutip Rumi, dikatakan bahwa Tuhan menciptakan manusia dalam 40 hari. Bagi yang paham simbolisasi angka dan hari dalam Al-Quran dan hadis, tentu bisa memaknai kata “40 hari” sebagai waktu/durasi yang panjang, dan bukan 40 hari seperti yang kita kenal.

Teori evolusi, jika benar, paling jauh membuat kita mempertimbangkan kembali argumentasi “desain inteligen” (intelligent design atau arguments from design) terkait bukti keberadaan Tuhan. Sebagian orang menyatakan bahwa teori evolusi meruntuhkan argumen ini. Karena kenyataannya penyempurnaan makhluk hidup terjadi secara random. Tapi, pernyataan bahwa semuanya terjadi secara random ini harus segera dipertanyakan. Yang pasti benar adalah bahwa evolusi terjadi dalam waktu yang sangat lama, tapi bukan tanpa pola atau hukum yang teratur. Bagi sebagian orang malah sebaliknya: survival of the fittest. Itulah hukum evolusi yang teratur dan inteligen: berpola/berulang dan konsisten. Sehingga, di tempat lain, Muthahhari mengatakan bahwa:

“Teori evolusi, lebih dari di masa sebelumnya, (justru) menunjukkan keterlibatan suatu kekuasaan yang mengelola, mengarahkan, dan membimbing dalam penciptaan makhluk hidup, yang menunjukkan adanya prinsip kebertujuan (penciptaan) itu.”

Al-Jahizh (hidup pada abad ke-8) dengan gamblang menyatakan bahwa tanaman merupakan pengembangan dari benda tak hidup, hewan merupakan pengembangan dari tumbuhan, dan manusia dari hewan. Ibn Miskawaih (hidup pada abad ke-11) menyatakan: “Semua hewan sesungguhnya berasal dari non-hewan … dan semua makhluk hidup berasal dari bahan tak hidup.”

Ayat Al-Quran

Beberapa ayat Al-Quran yang bisa dirujuk/ditafsirkan sebagai memberikan isyarat kepada adanya kesejalanan dengan teori evolusi biologis itu, termasuk oleh Muhammad Iqbal, adalah sebagai berikut:

Sesungguhnya kalian akan melewati tahap demi tahap. (QS 84: 19)

Padahal Dia sesungguhnya telah menciptakan kamu dalam beberapa tingkatan kejadian. (QS 71: 14)

Ada saat pada manusia yang di dalamnya dia adalah sesuatu yang tak layak disebut (manusia). (QS 76: 1)

Maka Kami menyebabkan (manusia dalam bentuk awalnya) itu tumbuh menjadi makhluk yang lain. Mahasuci Allah, Pencipta yang paling baik. (QS 23: 13-14)

Katakanlah, “Berjalanlah di bumi, maka perhatikanlah bagaimana (Allah) memulai penciptaan (makhluk), kemudian Allah menjadikan kejadian (bentuk) yang lain. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS 29: 20)

Setelah itu semua, tentu kita tidak ingin memastikan bahwa Islam membenarkan teori evolusi Darwin. Ini hanya untuk menunjukkan betapa Islam dan para pemikirnya yang serius dan mendalam cenderung terbuka dalam mempertimbangkan kebenaran temuan-temuan saintifik dan kemungkinan kesejalanannya dengan pandangan atau kebenaran keagamaan. Pada saat yang sama, penilaian seorang atau sekelompok pemikir keislaman tentu tak dapat dianggap mewakili pandangan Islam karena kemungkinan juga terjadi kesalahan pemahaman atau penafsiran terhadap sumber-sumber keagamaan yang dirujuk, di samping pada kenyataannya teori-teori saintifik pun selalu mengoreksi diri dan berkembang terus.[]

sumber: https://mizanpublishing.com/islam-mempertimbangkan-teori-evolusi

Bagikan ke Sekitarmu!
ISLAM MEMPERTIMBANGKAN TEORI EVOLUSI