Mendekati akhir tahun 2020 seperti ini, paling cocok untuk mengevaluasi buku-buku yang sudah kita baca, nih. Termasuk juga, berapa banyak buku yang sudah kita beli? Apa semuanya sudah dibaca? Ayo, ngaku, coba hitung berapa buku yang sudah dibeli, tapi belum dibaca? Hehehe. Jika banyak, kemungkinan besar ada kebiasaan buruk yang ada di diri kamu, yaitu menimbun buku, tanpa membacanya. Nah, istilah tersebut dikenal dengan “tsundoku“. Lebih lengkapnya, kita bahas, yuk!

Sejarah istilah tsundoku

Istilah “tsundoku” berasal dari bahasa Jepang yang dapat diartikan dengan ‘kondisi atau keadaan ketika seseorang membeli buku, tetapi tidak membacanya.’ Istilah ini diambl dari kata “tunde oku’ yang dapat diartikan ‘membiarkan sesuatu yang menumpuk dan ditulis’. Seiring berjalannya waktu, kata “oku” (おく) dalam kata “tsunde oku” berganti menjadi “doku” (読) yang berarti membaca.

Sumber dokumentasi Mizanstore

Istilah ini mulai dikenal pada awal era Jepang modern. Era ini dikenal dengan nama era Meiji, yakni pada rentan tahun 1868—1912. Selanjutnya, dunia mengadaptasi istilah yang sama dengan tidak mengubah atau memadupadanankannya dengan kata lain, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, istilah ini tetap disebut dengan tsundoku.

Lalu bagaimana cara menyiasati tsundoku?

Seakan seperti penyakit, tsundoku bisa saja diidap siapa saja tanpa memandang usia, pekerjaan, bahkan jenis kelamin, lho. Tapi, biasanya, yang mengalami tsundoku adalah para pekerja yang sudah berpenghasilan. Mereka (atau kita) merasa mampu membeli kebutuhannya sendiri, tetapi sayangnya sering kali tidak “menyempatkan” waktu untuk membacanya. Jadilah buku-buku itu hanya ditumpuk dan memenuhi rak.

Selain itu, banyak juga yang menyalahkan diri sendiri karena terlalu banyak membeli buku sama dengan menyumbangkan berkurangnya pohon yang ditebang untuk dijadikan kertas. Rasa bersalah akhirnya menghantui mereka yang terlanjur menjadi tsundoku.

Sebenarnya, menjadi atau menghindari tsundoku itu adalah pilihan. Hanya saja, kebiasaan seperti ini memang sebaiknya coba diperbaiki, sesegera mungkin, ya. Bagi yang sudah telanjur membeli banyak buku, coba berhenti dulu membeli buku baru. Selesaikan bacaan buku yang masih ada di rumah. Selain bisa menghemat uang, pengetahuan baru dari buku-buku yang sudah ada bisa didapat dengan segera.

Jika sudah selesai membaca bukunya, tetapi ingin segera membeli yang baru, sumbangkan saja bukunya. Buku-buku yang disumbangkan ke perpustakaan sama dengan berbagi ilmu pengetahuan kepada dunia. Opsi lainnya, Anda juga bisa menjualnya kembali dan mendapat uang untuk membeli buku lagi, Asyik, kan?

Kebiasaan membeli buku itu memang baik, asalkan dibaca, ya. Penting untuk tetap rajin membaca karena seperti kata pepatah, membaca membuka jendela dunia, kan?

 

(diolah dari berbagai sumber)

 

Gendhis Savitri/ Content Writer Mizanstore

 

Bagikan ke Sekitarmu!
Waspada! Tsundoku Bisa Jadi Kebiasaan Buruk Kamu